Selamat datang di bikinradio.com, cara mudah bikin radio siaran dan podcast.

Sunset Era Profesi Wartawan: Sedih!

Sebagai seseorang yang telah menghabiskan bertahun-tahun dalam dunia jurnalistik, dari jurnalis lapangan hingga menjabat sebagai Wakil Pemimpin Redaksi di Trans7, saya melihat ancaman nyata yang semakin menghantui profesi yang dulu sangat dihormati: wartawan. Media, seperti yang kita tahu, sedang sekarat.

Sudah menjadi rahasia umum, media mainstream di Indonesia sudah banyak yang tutup. Beberapa surat kabar legendaris yang pernah menjadi tempat saya mengasah keterampilan menulis dan investigasi, kini hanya tinggal kenangan. Di sisi lain, bisnis di televisi juga makin berat. Perubahan perilaku audiens yang beralih ke platform digital membuat banyak program kehilangan pamornya. Iklan yang dulu menjadi jantung dari bisnis media mulai menghilang, terpecah belah ke media digital yang lebih efisien dalam menjangkau target pasar.

Namun, ancaman terbesar tidak datang dari industri televisi yang menurun, melainkan dari media online yang menjamur. Media ini hidup dari Google Ads, konten mereka lebih menitikberatkan pada clickbait daripada laporan mendalam. Wartawan, yang seharusnya menjadi penjaga gerbang informasi, mulai tersisih oleh konten kreator. Perusahaan media tak lagi melihat wartawan sebagai investasi, melainkan beban. Mereka lebih suka konten cepat saji yang dibuat tanpa investigasi mendalam, asal bisa menarik klik dan dibagikan. Di sinilah kita melihat pergeseran fundamental dari apa yang dulu kita anggap sebagai "jurnalisme."

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat, gelombang penutupan surat kabar telah terjadi selama dekade terakhir. Jurnalis-jurnalis berpengalaman dipaksa untuk beralih profesi, banyak dari mereka kehilangan pekerjaan seiring dengan kemajuan algoritma yang semakin dominan. Media-media besar seperti BuzzFeed News bahkan tutup karena tidak mampu bersaing dengan model bisnis yang sepenuhnya bergantung pada iklan digital. Di Eropa, situasinya tak jauh berbeda. Beberapa media mencoba bertahan dengan model berlangganan, tetapi mereka kesulitan menarik pembaca yang sudah terbiasa dengan konten gratis.

Dan yang ironis, profesi yang pernah dianggap sebagai penjaga demokrasi—wartawan—kini seakan punah, tergantikan oleh konten-konten viral yang seringkali hanya menghibur tanpa memberikan informasi yang berarti.

Pertanyaan yang harus kita hadapi: akankah jurnalisme sejati bertahan, atau hanya menjadi bagian dari sejarah yang dilupakan?

Oleh: Pracoyo Wiryoutomo
Consultant Public Relations & Social Media.

0 Komentar